MASA
REFORMASI DI INDONESIA (1998 - Sekarang)
A.Pengaruh Perang Dingin Terhadap
Indonesia
Setelah Perang Dunia II berakhir ternyata muncul dua negara super power di dunia yang saling berebut pengaruh di berbagai kawasan dunia. Dua kekuatan itu adalah yaitu Amerika Serikat yang berhaluan demokrasi-kapitalis dan Uni Soviet yang berhaluan sosialis-komunis.
Perang dingin berdampak pada peta perpolitikan dunia pada saat itu, sehingga dunia seolah terbagi menjadi tiga kelompok yaitu: negara-negara Blok Barat yang menganut paham demokrasi, negara-negara Blok Timur yang menganut paham komunis dan negara-negara Non Blok yang tidak memihak Blok Barat dan tidak memihak Blok Timur.
1.Arah Kebijakan Luar Negeri Indonesia Pada Masa Perang Dingin
Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia lebih condong kepada negara-negara Blok Barat dalam rangka mendapatkan pinjaman dana dari negera-negara tersebut untuk memperbaiki ekonomi Indonesia yang hampir mengalami kebangkrutan. Dengan adanya pinjaman ini secara tidak langsung Indonesia mulai dipengaruhi oleh Blok Barat yang tercermin dari kebijakan-kebijakan luar negeri Indonesia yang cenderung pro-Barat, walaupun tetap berusaha untuk netral dengan tidak memihak salah satu blok yang ada.
2.Peran Lembaga Keuangan Internasional Terhadap Pemerintah Orde Baru
Pada masa Orde Baru setahap demi setahap bisa keluar dari keterpurukan ekonomi melalui bantuan dari negara-negara Barat. Perbaikan ekonomi dilakukan dalam bentuk pembangunan yang disebut dengan rencana pembangunan lima tahun. Adapun negara-negara Barat yang membantu Indonesia tersebut dalam bentuk konsorsium yang dinamakan IGGI (Inter-Gouvernmental Group on Indonesia) yang beranggotakan Belanda, Amerika Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru, Jepang, Inggris, Perancis, Jerman Barat, Belgia, Italia, dan Swiss. Negara-negara maju tersebut pada tanggal 23-24 Pebruari 1967 diadakan pertemuan di Amsterdam (Belanda) menyepakati membentuk badan IGGI untuk memberi kredit kepada Indonesia dengan bantuan pinjaman syarat-syarat ringan.
Setelah Perang Dunia II berakhir ternyata muncul dua negara super power di dunia yang saling berebut pengaruh di berbagai kawasan dunia. Dua kekuatan itu adalah yaitu Amerika Serikat yang berhaluan demokrasi-kapitalis dan Uni Soviet yang berhaluan sosialis-komunis.
Perang dingin berdampak pada peta perpolitikan dunia pada saat itu, sehingga dunia seolah terbagi menjadi tiga kelompok yaitu: negara-negara Blok Barat yang menganut paham demokrasi, negara-negara Blok Timur yang menganut paham komunis dan negara-negara Non Blok yang tidak memihak Blok Barat dan tidak memihak Blok Timur.
1.Arah Kebijakan Luar Negeri Indonesia Pada Masa Perang Dingin
Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia lebih condong kepada negara-negara Blok Barat dalam rangka mendapatkan pinjaman dana dari negera-negara tersebut untuk memperbaiki ekonomi Indonesia yang hampir mengalami kebangkrutan. Dengan adanya pinjaman ini secara tidak langsung Indonesia mulai dipengaruhi oleh Blok Barat yang tercermin dari kebijakan-kebijakan luar negeri Indonesia yang cenderung pro-Barat, walaupun tetap berusaha untuk netral dengan tidak memihak salah satu blok yang ada.
2.Peran Lembaga Keuangan Internasional Terhadap Pemerintah Orde Baru
Pada masa Orde Baru setahap demi setahap bisa keluar dari keterpurukan ekonomi melalui bantuan dari negara-negara Barat. Perbaikan ekonomi dilakukan dalam bentuk pembangunan yang disebut dengan rencana pembangunan lima tahun. Adapun negara-negara Barat yang membantu Indonesia tersebut dalam bentuk konsorsium yang dinamakan IGGI (Inter-Gouvernmental Group on Indonesia) yang beranggotakan Belanda, Amerika Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru, Jepang, Inggris, Perancis, Jerman Barat, Belgia, Italia, dan Swiss. Negara-negara maju tersebut pada tanggal 23-24 Pebruari 1967 diadakan pertemuan di Amsterdam (Belanda) menyepakati membentuk badan IGGI untuk memberi kredit kepada Indonesia dengan bantuan pinjaman syarat-syarat ringan.
Setelah pemerintah otoriter Orde Baru tumbang
pada tahun 1998, krisis multisegi tengah dihadapi oleh bangsa Indonesia.
Tampaknya sampai sekarang pun belum ada tanda-tanda bahwa krisis ini akan
segera berakhir. Ketidakpastian ekonomi, politik, hukum, masih berlangsung
hingga sekarang. Dampak dari krisis adalah munculnya berbagai tindak kekerasan,
disorganisasi, dan ancaman disintegrasi bangsa. Apakah ancaman disintegrasi
bagi bangsa Indonesia ini juga diperkuat oleh peristiwa runtuhnya negara
Adikuasa Uni Soviet pada akhir Perang Dingin? Atau akankah revolusi akan
terjadi di Indonesia? Bagaimana kajian kemiripan-kemiripan historis yang
berlangsung di Rusia dan Uni Soviet bisa ditelaah untuk analisis bagi
Indonesia?
Pola-pola dan trend yang sama sebenarnya juga
tengah berlangsung di Indonesia, mirip ketika pola dan trend itu terjadi di
Rusia dan Uni Soviet. Sebelum Revolusi Rusia 1917 berlangsung, sistem
pemerintahan yang diktator, otoriter, dan menyengsarakan rakyat tengah berlangsung.
Muncullah segala usaha dan gerakan untuk melawan dan menumbangkan pemerintah.
Berbagai kelompok sosial muncul untuk melakukan koreksi dan kritik di bawah
tekanan pemerintah, namun lama-lama usaha demokratis mereka berhasil dan mampu
menelorkan perubahan politik berupa karya besar revolusi.
Bagi Indonesia, periode pemerintahan Orde Baru di
bawah Soeharto selama 32 tahun telah menyebabkan negara ini menjadi bersifat
totaliter, otoriter, dan menerapkan politik yang regimentatif, sehingga
berbagai kebijakan yang tidak demokratis diterapkan kepada rakyat. Kebekuan
suara demokratis juga berlangsung selama ini.
Perubahan mulai terasa ketika muncul
kelompok-kelompok demokrat yang berusaha untuk melakukan kritik kepada
pemerintah. Akan tetapi mereka juga mengalami tindakan terror dan berbagai
kekerasan politik lain seperti penculikan, pembunuhan, pemenjaraan yang tidak
adil, dan sebagainya. Namun demikian, kelompok-kelompok ini terus melakukan
perjuangan dengan dukungan dari para mahasiswa, intelektual, pers, LSM, dan
kelompok-kelompok lain untuk menumbangkan pemerintahan korup Orde Baru. Pada
periode ini pola dan trend sebagaimana terjadi di Rusia sebelum Revolusi dan
masa Pemerintahan Terror tampaknya juga berlangsung di Indonesia.
Apabila di Rusia menelorkan karya besar sebuah
Revolusi, maka di Indonesia menghasilkan karya monumental bukan berupa revolusi
tetapi berupa reformasi. Reformasi pada tahap seperti sekarang ini sebenarnya
belumlah bisa dikatakan sebagai revolusi, karena perubahan-perubahan mendasar dan
radikal terhadap seluruh sistem tidak berlangsung. Reformasi yang sekarang
terjadi hanyalah sebatas menumbangkan pemimpin Orde Baru-nya saja. Ibaratnya,
reformasi di Indonesia baru memenggal kepala, tetapi seluruh tubuh pada
dasarnya masih merupakan produk lama.
Akankah situasi yang berkembang sekarang ini akan
menjadi sebuah revolusi? Apabila pola-pola yang sama berlangsung, maka
dimungkinkan akan terjadi revolusi. Namun yang lebih tepat dalam analisis ini
adalah kemungkinan munculnya pemerintahan yang diktator, karena terjadi krisis
yang berkepanjangan disertai dengan anarki dimana-mana, sudah barang tentu akan
memungkinkan munculnya pemerintah diktator. Sebagaimana dikatakan oleh Bung
Hatta, bahwa perkembangan politik yang berakhir dengan kekacauan, demokrasi
yang berakhir dengan anarki, telah membuka jalan untuk lawannya: diktator.
Kondisi Indonesia sekarang ini sungguh diambang anarki menyeluruh.
Selain itu ketidakpuasan dari beberapa golongan
di luar pemerintah yang sekarang semakin bersuara keras kepada pemerintah juga
akan berpengaruh terhadap terjadinya perubahan politik menuju kemenangan
golongan radikal. Bila golongan ini menang, maka bukannya tidak mungkin
golongan yang berkuasa ini akan memerintah secara diktator dengan alasan untuk
mengatasi segala krisis dan anarki yang berlangsung ini. Sekarang sudah mula
tampak bahwa muncul koreksi-koreksi dari berbagai institusi non formal bahkan
mengeluarkan statement yang kritis yang kemudian disampaikan kepada lembaga
DPR. Meskipun belum sampai pada tahap menjadi sebuah kebijakan yang bisa
diaplikasikan kepada rakyat, akan tetapi pengaruhnya akan semakin nyaring
menuju ke suatu suasana munculnya lembaga-lembaga tandingan yang bisa menjelma
menjadi “pemerintah ekstra formal”, termasuk di dalamnya tentunya “ekstra
parlemen” yang sekarang bisa kita lihat dengan marak.
Kerumitan-kerumitan akibat warisan rejim lama
menjadi kelemahan golongan pemerintah sekarang. Apabila pemerintah sekarang
tidak bisa mengatasi krisis ini, maka ia akan dicap sebagai tidak becus,
penerus orde lama, dan bahkan telah menyuburkan apa yang selama ini
diagendakan. Mereka dianggap telah berkhianat terhadap reformasi, seperti
ketika di Rusia golongan Radikal mencap golongan konservatif sebagai
pengkhianat revolusi.
Tentang kekhawatiran munculnya disintegrasi
bangsa saat ini, adalah sesuatu yang wajar. Pemerintah tidak bisa hanya
mengandalkan pada nilai-nilai yang dipropagandakan regime lama dalam menggalang
persatuan. Nilai-nila lama itu mengandung paksaan bahwa orang harus bersatu dan
seragam. Semantara keragaman sosial budaya bangsa Indonesia menjadi fakta yang
tidak bisa dielakkan. Oleh karena itu, ada kesamaan pola tentang setting
historis bangsa Indonesia dengan bangsa Rusia, terutama tentang keragaman etnis
yang ada dan bahasa serta budaya yang beragam. Faktor kedua adalah bahwa bila
pemerintah sekarang melupakan beberapa unsur pendukung persatuan negara, maka
disintegrasi bisa terjadi. Bagi Uni Soviet, Gorbachev telah meninggalkan dan
melupakan peran komponen penting, yaitu: buruh, militer, birokrat, dan
intelijen negara. Nah, untuk Indonesia, sebaiknya keempat komponen ini jangan
ditinggalkan, apalagi disakiti. Jadi apapun alasannya, mereka tetap penting
bagi proses integrasi bangsa dan nation building.
Pada mulanya Gorbachev berusaha untuk menerapkan
desentralisasi ekonomi kepada daerah, namun demikian karena fundamental ekonomi
Uni Soviet yang lemah, maka yang terjadi justru ketidakpuasan dari
negara-nagara bagian, sehingga mereka ingin melepaskan diri. Sama halnya dengan
Indonesia, sekarang ini fundamental ekonomi Indonesia saat ini sangat tidak
mendukung adanya penerapan otonomi daerah. Banyak masalah yang harus dikerjakan
dan diperbuat oleh daerah maupun pusat untuk mengatur semuanya agar tidak
terjadi kesulitan pembagian keadilan.
Akan tetapi, sebenarnya disintegrasi baru akan
terjadi apabila telah melampau pemerintahan yang otoriter, sentralistik
sebagaimana telah berlangsung di Uni Soviet. Saat ini, kalau di Indonesia
berlangsung suatu pemerintahan yang diktator, maka dalam waktu yang tidak lama
akan muncul disintegrasi. Akankah demikian? .. Melahirkan negara bukan hal yang
mustahil, selama ibu pertiwi tidak mandul dan sperma ideologis masih produktif
maka negara akan bisa melahirkan negara karena hakekat
bernegara adalah untuk kemashalatan semua anak bangsa