Slide # 1

Slide # 1

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 2

Slide # 2

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 3

Slide # 3

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 4

Slide # 4

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 5

Slide # 5

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Tuesday, February 19, 2013

MASA REFORMASI DI INDONESIA (1998 - Sekarang) 
A.Pengaruh Perang Dingin Terhadap Indonesia
Setelah Perang Dunia II berakhir ternyata muncul dua negara super power di dunia yang saling berebut pengaruh di berbagai kawasan dunia. Dua kekuatan itu adalah yaitu Amerika Serikat yang berhaluan demokrasi-kapitalis dan Uni Soviet yang berhaluan sosialis-komunis.
Perang dingin berdampak pada peta perpolitikan dunia pada saat itu, sehingga dunia seolah terbagi menjadi tiga kelompok yaitu: negara-negara Blok Barat yang menganut paham demokrasi, negara-negara Blok Timur yang menganut paham komunis dan negara-negara Non Blok yang tidak memihak Blok Barat dan tidak memihak Blok Timur.
1.Arah Kebijakan Luar Negeri Indonesia Pada Masa Perang Dingin
Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia lebih condong kepada negara-negara Blok Barat dalam rangka mendapatkan pinjaman dana dari negera-negara tersebut untuk memperbaiki ekonomi Indonesia yang hampir mengalami kebangkrutan. Dengan adanya pinjaman ini secara tidak langsung Indonesia mulai dipengaruhi oleh Blok Barat yang tercermin dari kebijakan-kebijakan luar negeri Indonesia yang cenderung pro-Barat, walaupun tetap berusaha untuk netral dengan tidak memihak salah satu blok yang ada.
2.Peran Lembaga Keuangan Internasional Terhadap Pemerintah Orde Baru
Pada masa Orde Baru setahap demi setahap bisa keluar dari keterpurukan ekonomi melalui bantuan dari negara-negara Barat. Perbaikan ekonomi dilakukan dalam bentuk pembangunan yang disebut dengan rencana pembangunan lima tahun. Adapun negara-negara Barat yang membantu Indonesia tersebut dalam bentuk konsorsium yang dinamakan IGGI (Inter-Gouvernmental Group on Indonesia) yang beranggotakan Belanda, Amerika Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru, Jepang, Inggris, Perancis, Jerman Barat, Belgia, Italia, dan Swiss. Negara-negara maju tersebut pada tanggal 23-24 Pebruari 1967 diadakan pertemuan di Amsterdam (Belanda) menyepakati membentuk badan IGGI untuk memberi kredit kepada Indonesia dengan bantuan pinjaman syarat-syarat ringan.
Setelah pemerintah otoriter Orde Baru tumbang pada tahun 1998, krisis multisegi tengah dihadapi oleh bangsa Indonesia. Tampaknya sampai sekarang pun belum ada tanda-tanda bahwa krisis ini akan segera berakhir. Ketidakpastian ekonomi, politik, hukum, masih berlangsung hingga sekarang. Dampak dari krisis adalah munculnya berbagai tindak kekerasan, disorganisasi, dan ancaman disintegrasi bangsa. Apakah ancaman disintegrasi bagi bangsa Indonesia ini juga diperkuat oleh peristiwa runtuhnya negara Adikuasa Uni Soviet pada akhir Perang Dingin? Atau akankah revolusi akan terjadi di Indonesia? Bagaimana kajian kemiripan-kemiripan historis yang berlangsung di Rusia dan Uni Soviet bisa ditelaah untuk analisis bagi Indonesia?
Pola-pola dan trend yang sama sebenarnya juga tengah berlangsung di Indonesia, mirip ketika pola dan trend itu terjadi di Rusia dan Uni Soviet. Sebelum Revolusi Rusia 1917 berlangsung, sistem pemerintahan yang diktator, otoriter, dan menyengsarakan rakyat tengah berlangsung. Muncullah segala usaha dan gerakan untuk melawan dan menumbangkan pemerintah. Berbagai kelompok sosial muncul untuk melakukan koreksi dan kritik di bawah tekanan pemerintah, namun lama-lama usaha demokratis mereka berhasil dan mampu menelorkan perubahan politik berupa karya besar revolusi.
Bagi Indonesia, periode pemerintahan Orde Baru di bawah Soeharto selama 32 tahun telah menyebabkan negara ini menjadi bersifat totaliter, otoriter, dan menerapkan politik yang regimentatif, sehingga berbagai kebijakan yang tidak demokratis diterapkan kepada rakyat. Kebekuan suara demokratis juga berlangsung selama ini.
Perubahan mulai terasa ketika muncul kelompok-kelompok demokrat yang berusaha untuk melakukan kritik kepada pemerintah. Akan tetapi mereka juga mengalami tindakan terror dan berbagai kekerasan politik lain seperti penculikan, pembunuhan, pemenjaraan yang tidak adil, dan sebagainya. Namun demikian, kelompok-kelompok ini terus melakukan perjuangan dengan dukungan dari para mahasiswa, intelektual, pers, LSM, dan kelompok-kelompok lain untuk menumbangkan pemerintahan korup Orde Baru. Pada periode ini pola dan trend sebagaimana terjadi di Rusia sebelum Revolusi dan masa Pemerintahan Terror tampaknya juga berlangsung di Indonesia.
Apabila di Rusia menelorkan karya besar sebuah Revolusi, maka di Indonesia menghasilkan karya monumental bukan berupa revolusi tetapi berupa reformasi. Reformasi pada tahap seperti sekarang ini sebenarnya belumlah bisa dikatakan sebagai revolusi, karena perubahan-perubahan mendasar dan radikal terhadap seluruh sistem tidak berlangsung. Reformasi yang sekarang terjadi hanyalah sebatas menumbangkan pemimpin Orde Baru-nya saja. Ibaratnya, reformasi di Indonesia baru memenggal kepala, tetapi seluruh tubuh pada dasarnya masih merupakan produk lama.
Akankah situasi yang berkembang sekarang ini akan menjadi sebuah revolusi? Apabila pola-pola yang sama berlangsung, maka dimungkinkan akan terjadi revolusi. Namun yang lebih tepat dalam analisis ini adalah kemungkinan munculnya pemerintahan yang diktator, karena terjadi krisis yang berkepanjangan disertai dengan anarki dimana-mana, sudah barang tentu akan memungkinkan munculnya pemerintah diktator. Sebagaimana dikatakan oleh Bung Hatta, bahwa perkembangan politik yang berakhir dengan kekacauan, demokrasi yang berakhir dengan anarki, telah membuka jalan untuk lawannya: diktator. Kondisi Indonesia sekarang ini sungguh diambang anarki menyeluruh.
Selain itu ketidakpuasan dari beberapa golongan di luar pemerintah yang sekarang semakin bersuara keras kepada pemerintah juga akan berpengaruh terhadap terjadinya perubahan politik menuju kemenangan golongan radikal. Bila golongan ini menang, maka bukannya tidak mungkin golongan yang berkuasa ini akan memerintah secara diktator dengan alasan untuk mengatasi segala krisis dan anarki yang berlangsung ini. Sekarang sudah mula tampak bahwa muncul koreksi-koreksi dari berbagai institusi non formal bahkan mengeluarkan statement yang kritis yang kemudian disampaikan kepada lembaga DPR. Meskipun belum sampai pada tahap menjadi sebuah kebijakan yang bisa diaplikasikan kepada rakyat, akan tetapi pengaruhnya akan semakin nyaring menuju ke suatu suasana munculnya lembaga-lembaga tandingan yang bisa menjelma menjadi “pemerintah ekstra formal”, termasuk di dalamnya tentunya “ekstra parlemen” yang sekarang bisa kita lihat dengan marak.
Kerumitan-kerumitan akibat warisan rejim lama menjadi kelemahan golongan pemerintah sekarang. Apabila pemerintah sekarang tidak bisa mengatasi krisis ini, maka ia akan dicap sebagai tidak becus, penerus orde lama, dan bahkan telah menyuburkan apa yang selama ini diagendakan. Mereka dianggap telah berkhianat terhadap reformasi, seperti ketika di Rusia golongan Radikal mencap golongan konservatif sebagai pengkhianat revolusi.
Tentang kekhawatiran munculnya disintegrasi bangsa saat ini, adalah sesuatu yang wajar. Pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan pada nilai-nilai yang dipropagandakan regime lama dalam menggalang persatuan. Nilai-nila lama itu mengandung paksaan bahwa orang harus bersatu dan seragam. Semantara keragaman sosial budaya bangsa Indonesia menjadi fakta yang tidak bisa dielakkan. Oleh karena itu, ada kesamaan pola tentang setting historis bangsa Indonesia dengan bangsa Rusia, terutama tentang keragaman etnis yang ada dan bahasa serta budaya yang beragam. Faktor kedua adalah bahwa bila pemerintah sekarang melupakan beberapa unsur pendukung persatuan negara, maka disintegrasi bisa terjadi. Bagi Uni Soviet, Gorbachev telah meninggalkan dan melupakan peran komponen penting, yaitu: buruh, militer, birokrat, dan intelijen negara. Nah, untuk Indonesia, sebaiknya keempat komponen ini jangan ditinggalkan, apalagi disakiti. Jadi apapun alasannya, mereka tetap penting bagi proses integrasi bangsa dan nation building.
Pada mulanya Gorbachev berusaha untuk menerapkan desentralisasi ekonomi kepada daerah, namun demikian karena fundamental ekonomi Uni Soviet yang lemah, maka yang terjadi justru ketidakpuasan dari negara-nagara bagian, sehingga mereka ingin melepaskan diri. Sama halnya dengan Indonesia, sekarang ini fundamental ekonomi Indonesia saat ini sangat tidak mendukung adanya penerapan otonomi daerah. Banyak masalah yang harus dikerjakan dan diperbuat oleh daerah maupun pusat untuk mengatur semuanya agar tidak terjadi kesulitan pembagian keadilan.
Akan tetapi, sebenarnya disintegrasi baru akan terjadi apabila telah melampau pemerintahan yang otoriter, sentralistik sebagaimana telah berlangsung di Uni Soviet. Saat ini, kalau di Indonesia berlangsung suatu pemerintahan yang diktator, maka dalam waktu yang tidak lama akan muncul disintegrasi. Akankah demikian? .. Melahirkan negara bukan hal yang mustahil, selama ibu pertiwi tidak mandul dan sperma ideologis masih produktif maka negara akan bisa melahirkan negara karena hakekat bernegara adalah untuk kemashalatan semua anak bangsa