Slide # 1

Slide # 1

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 2

Slide # 2

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 3

Slide # 3

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 4

Slide # 4

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 5

Slide # 5

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Monday, September 17, 2012

Jika ditanyakan kepada manusia, pilih surga atau neraka? Dengan informasi yang seadanya, dengan bekal informasi bahwa surga itu nikmat dan neraka itu menyeramkan, maka dengan lantang pasti akan memilih surga. Tapi, tahukah kita bahwa jalan menuju surga itu sulit dan jalan menuju neraka begitu mudah?
Dari Abu Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda (yang artinya): “Ketika Allah menciptakan surga, Dia berfirman kepada Jibril, ‘Pergi dan lihatlah (surga itu)’. Jibril pun pergi untuk melihatnya. Jibril kembali seraya berkata, ‘Tuhanku, demi keperkasaanMu, tidak seorang pun mendengar (tentang surga itu) kecuali dia (ingin) memasukinya’. Kemudian Allah Swt. mengelilingi (surga) dengan kesulitan-kesulitan (untuk mencapainya) dan berfirman kepada Jibril, ‘Wahai Jibril! Pergi (lalu) lihatlah (surga itu)’. Jibril pun pergi untuk melihatnya. (Jibril) kembali seraya berkata, ‘Tuhanku, demi keperkasaanMu, sungguh aku khawatir tidak seorang pun yang (dapat) memasukinya’.”
Rasulullah saw. juga bersabda: “Tatkala Allah Ta’ala menciptakan neraka, Dia berfirman, ‘Wahai Jibril! Pergi (lalu) lihatlah (neraka itu)’. Jibril pun pergi untuk melihatnya. (Jibril) kembali seraya berkata, ‘Wahai Tuhanku, demi keperkasaanMu dan kemuliaanMu, tidak seorang pun mendengar (tentang neraka itu) kecuai ia tidak berkeinginan untuk memasukinya’. Kemudian Allah Swt. mengelilingi (neraka itu) dengan keinginan-keinginan syahwati dan berfirman kepada Jibril, ‘Wahai Jibril! Pergi dan lihatlah neraka itu’. Jibril pun pergi untuk melihatnya. Kemudian ia kembali dan berkata, ‘Wahai Tuhanku, demi keperkasaanMu dan kemualiaanMu, sungguh aku khawatir bahwa tidak akan tersisa seorang pun kecuali akan memasukinya’.” (dalam penjelasan kitab Sunan Abu Daud, hlm. 13-14)
Selama hidup adalah ujian
Surga dan neraka adalah ganjaran bagi manusia sesuai dengan perbuatan atau amalannya selama di dunia. Bro en Sis, di sekolah atau di tempat kerja kita bisa berprestasi dalam belajar dan karir kita. Mereka yang berprestasi akan diganjar dengan berbagai macam penghargaan dan fasilitas yang baik. Allah Swt. menjadikan surga sebagai ganjaran bagi manusia yang bertakwa, dan neraka menjadi ganjaran yang pas bagi manusia yang membangkang perintahNya. Dan, perlu ditekankan bahwa hidup di dunia ini setiap detiknya adalah ujian. Ujian yang hasilnya akan dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah kelak di akhirat. Itu artinya, setiap hari kita harus menerima dan mengatasi berbagai ujian yang diberikan oleh Allah Swt.
Jangan bayangkan bahwa ujian selalu hal yang pasti sulit dan menderita, adakalanya ujian yang diberikan Allah Ta’ala justru kita rasakan sebagai nikmat dan istimewa. Memang benar, ujian yang mendera kita berupa rasa sakit dan kesulitan ekonomi seringkali membuat kita harus lebih banyak bersabar dan berdoa untuk tidak terjerumus ke dalam kemaksiatan dan kekafiran. Tapi, jangan bayangkan pula jika kita diberikan kesehatan, kekayaan dan kekuasaan adalah semata sebagai kebahagiaan, karena sejatinya itu juga merupakan ujian dari Allah.
Nikmat kesehatan yang diberikan Allah Swt itu apakah akan mengantarkan kita untuk bersyukur atau malah sebaliknya, untuk ingkar kepada Allah? Nikmat kekayaan dan kekuasaan yang kita rasakan, apakah akan membuat kita bersyukur atau malah sombong dan dengan bebas menggunakan harta yang kita miliki untuk suka-suka tanpa aturan syariat Islam? Dengan kenyataan seperti ini, maka pantas jika kesehatan, kekayaan dan kekuasaan pun termasuk bagian dari ujian yang Allah berikan. Bergantung manusianya, apakah akan bersyukur atau malah kufur. Firman Allah Swt. (yang artinya): “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya azabKu sangat pedih.” (QS Ibrahim [14]: 7)
Memang banyak orang yang tak tahan dengan penyakit yang diderita dan kemiskinan yang mendera mereka sehingga mengambil jalan pintas untuk bunuh diri demi mengakhiri hidupnya yang menanggung rasa sakit yang berat, atau tega berbuat maksiat dengan cara menjarah harta yang bukan miliknya demi memenuhi kehidupan ekenominya yang tak kunjung menunjukkan grafik yang meningkat
Begitu pun bagi sebagian dari kita banyak yang tidak tahan menghadapi ujian berupa kesehatan, harta yang banyak dan juga kekuasaan. Jangan-jangan, kesehatan tubuh dan kekuasaan ternyata malah membuat kita merasa sombong, sebagaimana halnya dengan Fir’aun yang menganggap dirinya sebagai Tuhan, karena selama hidupnya memang dia nyaris tak pernah sakit berat ditambah pula dia memang punya tahta dan harta. Klop. Fir’aun jadi sombong. Sehingga ketika Musa mengajaknya untuk beriman kepada Allah, Fir’aun malah mendustakannya dan bahkan mendurhakainya. Allah Swt membeberkan kisah ini dalam firmanNya (yang artinya): “dan katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)”. Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepadaNya?”. Lalu Musa memperlihatkan kepadanya mukjizat yang besar. Tetapi Fir’aun mendustakan dan mendurhakai. Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa). Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. (Seraya) berkata: “Akulah tuhanmu yang paling tinggi”. Maka Allah mengazabnya dengan azab di akhirat dan azab di dunia. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut (kepada Tuhannya).” (QS an-Naazi’aat [79]: 18-26)
Ini kian meneguhkan bahwa selama kita masih hidup, ujian akan datang menghampiri kita selama itu. Karena hidup itu sendiri adalah ujian. Tinggal bagaimana kita menyikapinya dan menjadikan kehidupan ini lebih bermakna berlandaskan keimanan kepada Allah Swt. Dzat yang telah menciptakan kita dan seluruh alam ini, termasuk surga dan neraka.
Itu sebabnya, jika kita ingin masuk surga, ada jalan yang harus kita lalui. Meski banyak rintangan, bukan berarti kita mundur untuk melaluinya. Karena surga begitu manis. Jangan pula tergoda memilih jalan yang bertabur syahwat meski itu sangat menyenangkan, karena pada akhirnya akan mengantarkan kita menuju neraka. Semua sudah dalam kekuasaan kita, apakah lebih memilih untuk masuk surga atau neraka. Dengan adanya pilihan tempat kembali di akhirat kelak, ini membuktikan bahwa dunia ini memang ujian dan Allah Swt. hanya akan memberikan tempat yang layak kepada mereka yang berhasil mengikuti petunjukNya. Sebaliknya Allah akan memberikan tempat yang buruk, yakni neraka bagi siapa saja yang menentangNya dan mendurhakaiNya.
Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan hadist yang diriwayatkan Abu Said al-Khudri ra bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Surga dan neraka mengajukan protes. Surga berkata, ‘Ya Tuhanku, kenapa yang masuk ke dalam surga hanya orang-orang yang lemah dan orang-orang kelas gembel?’ Neraka berkata, ‘Ya Tuhanku, kenapa yang masuk ke dalam neraka ini hanya orang-orang yang kejam dan sombong?’ Allah berkata, ‘Surga, engkau adalah rahmatKu yang Aku berikan denganmu siapa saja yang Aku kehendaki. Dan neraka, engkau adalah siksaKu yang Aku berikan denganmu siapa saja yang Aku kehendaki. Setiap masing-masing dari kalian mempunyai penghuni’.” (Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Tamasya ke Surga, hlm. 15)
Kumpulkan pahala berharap surga
Surga adalah tempat yang eksklusif alias hanya disediakan dan diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman dan beramal shalih. Tidak semua manusia bisa masuk ke surga. Itu artinya, untuk mendapatkan ‘tiket’ ke surga harus mengikuti syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Sang Pemilik surga itu sendiri. Dan, tentunya Allah Swt. juga berhak dan berkuasa penuh untuk memasukkan manusia ke dalam neraka. Jangan khawatir, Allah Swt. tak mungkin salah dalam mengkalkulasi amalan kita. Catet, Bro.
Bro en Sis, ketika begitu banyak informasi tentang keindahan dan kenikmatan yang ditawarkan surga sebagaimana janji Allah bagi hamba-hambaNya yang beriman, pantas bagi kita untuk segera dengan semangat menjadi pribadi-pribadi yang terbaik dalam iman, ilmu dan amal shalih. Tentu, agar Allah Swt. sayang dan cinta kepada kita semua dan memasukan kita ke dalam surgaNya. Insya Allah.
Kita berharap, berdoa, dan berusaha sekuat mungkin agar kita bisa meretas jalan menuju surga dengan mudah dan sukses. Semoga Allah Swt. menanamkan keimanan dan ketakwaan yang kokoh dalam diri kita sebagaimana yang Allah berikan kepada Muhammad saw. dan para sahabatnya. Semoga Allah menancapkan keberanian yang hebat dalam membela Islam sebagaimana telah Allah tancapkan keberanian membela Islam kepada para pejuang Perang Badar. Semoga Allah memberikan kemenangan kepada dakwah Islam yang kita gelorakan saat ini, sebagaimana kemenangan yang telah Allah berikan kepada Muhammad saw. dan para sahabatnya di setiap peperangan yang dimenangkannya.
Semoga kita menjadi hamba-hambaNya yang pandai bersyukur dan senantiasa gemar melakukan amal shalih. Semua manusia menginginkan surga jika kenikmatannya begitu luas, indah, dan menyenangkan. Tapi, hanya manusia pilihan saja yang bisa meraihnya. Semoga kita adalah manusia pilihan Allah yang bisa menikmati surgaNya. Amin.
Yuk, sebagai anak yang aktif ngaji dan aktif dakwah wajar dong inginkan surga. Karena itu adalah memang janji Allah Swt. untuk mereka yang beriman dan beramal shalih ketika di dunia. Meski kini kehidupan yang kita jalani pahit terasa, insya Allah pada akhirnya akan berbuah manis. Semangat,Bro! [solihin: osolihin@gaulislam.com]
http://www.gaulislam.com/karena-surga-itu-manis

Di suatu pagi, di hari raya pekanan umat Muslim, yaitu hari jum’at, saya dan teman-teman saya berkumpul di sebuah lapangan besar di belakang kampus. Tidak lain dan tidak bukan, kami berkumpul untuk bertanding sepak bola melawan kelas I’dad Lughawy A (program persiapan bahasa prakuliah). Liga kampus tahun ini baru bergulir kemarin pagi. Seperti biasa, saya ditunjuk oleh Heru Fransisco, penyerang handal asal Padang, untuk menjadi goalkeeper alias penjaga gawang. Sang wasit, Muhajir Ali, yang ditemani dua hakim garis memberi isyarat tanda kick off dimulai. Akhirnya, pertandingan 2×30 menit itu pun dimulai..
Di sela-sela pertandingan, beberapa teman kami yang sedang menunggu giliran tampil sedang mengobrol di kiri gawang. Aku pun ikut nimbrung tanpa basa-basi. Pembicaraannya unik, kami membayangkan bagaimana jika seorang faqih jadi wasit. Tidak hanya itu, dia menerapkan pengetahuan fiqihnya dalam peraturan sepak bola. Sehingga akan banyak diskusi dan perdebatan antar pemain maupun wasit dalam berbagai masalah di dalam pertandingan tersebut.
Obrolan ringan yang dipimpin Hidayatullah, teman sesama wong kito, dan Irfan Hariyanto, orang Jambi yang merantau ke Jawa tersebut memberikan saya sedikit inspirasi untuk membuat artikel ini. Namun saya tidak akan memaparkan perdebatan panjang yang dibahas ulama fiqih seperti apakah lutut laki-laki adalah aurat, dan permasalahan polemik lainnya. Saya hanya akan sedikit menyinggung pelanggaran-pelanggaran syar’i yang banyak terjadi dalam sebuah pertandingan sepak bola dengan permisalan-permisalan berupa dialog antar wasit dan selainnya.
***
Jika ustadz jadi wasit, maka sebelum pertandingan, sang ustadz memberikan kultum (kuliah terserah antum, bukan kuliah tujuh menit) di hadapan para pemain dan para suporter kedua kesebelasan,
Wasit : “Saudara, semoga Allah senantiasa menjaga kalian. Izinkan sejenak saya sebagai wasit memberikan sedikit wejangan kepada kalian. Dekatkanlah selalu diri kalian kepada Allah Yang Maha Tinggi. Jagalah lisan kalian dari saling mencela, suporter mencela suporter, suporter mencela pemain, pemain mencela pemain, pemain mencela wasit. Karena siapa yang mampu menjaga lisannya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjamin surga baginya. Subhanallah! Bukankah surga adalah cita-cita kita bersama?”
*Para pemain dan para penonton mengangguk takzim.
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika seseorang hendak menyogoknya,
Wasit   : “Bertakwalah engkau, wahai hamba Allah! Tidakkah engkau tahu bahwa Rasulullah melaknat orang yang menyuap dan disuap?!
Fulan    : “Bukankah ini suatu perbuatan tolong menolong?”
Wasit    : “Dengarkan! Allah Ta’ala telah berfirman yang artinya, “Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”  [QS. Al-Maidah: 2]
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika seorang pemain marah-marah karena gagal mencetak gol,
Wasit    : “Janganlah engkau marah karena marah adalah batu berapi yang dilemparkan setan ke dalam hati manusia. Orang yang kuat bukanlah dia yang mampu mengalahkan musuh. Namun orang yang kuat adalah dia yang mampu menahan marah ketika dia bisa melampiaskannya. Jika engkau marah, maka berta’awwudz-lah (mengucapkan: ‘Audzubillahi minasy syaithanir rajiim). Dan jika suatu hal yang tidak engkau sukai menimpamu, maka katakanlah, “Qoddarullahu wama sya-a fa-’al (artinya: Allah sudah mentakdirkan segala sesuatu dan Dia berbuat menurut apa yang Dia kehendaki).”
Pemain : “A’udzubillahi minasy syaithanir rajiim (artinya: Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk).Terima kasih, wasit. Sekarang hatiku lebih tenang dan siap untuk mencetak gol!”
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika seorang pemain hendak minum,
Wasit    : “Sebutlah nama Allah untuk meminta keberkahan kepada-Nya. Minumlah dengan tangan kanan karena setan minum dengan tangan kiri. Janganlah boros, karena orang yang boros adalah saudara setan. Hendaklah kamu minum dalam keadaan duduk dan pujilah Allah atas nikmat yang telah Dia berikan untukmu.”
Pemain : “Bismillah. Gluk..gluk.. Alhamdulillah. Thanks, sit. Sekarang dahaga gue udah hilang.Gue akan bermain lebih semangat lagi.”
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika dua orang pemain bersitegang dan terlibat adu mulut,
Wasit                      : “Tenang, tenang. Janganlah berkelahi. Bukankah mukmin itu bersaudara? Sudah selayaknya bagi seorang muslim jika melakukan suatu kesalahan kepada saudaranya untuk meminta maaf. Dan hendaknya seorang muslim memaafkan kesalahan saudaranya.”
Pemain A             :
“Maafkan saya, kawan. Saya tadi tidak sengaja menyikutmu.”
Pemain B             :
“Ia, maafkan saya juga. Saya terbawa emosi sehingga saya menghardikmu.”
*Bejabat tangan lalu berpelukan

Wasit                      : “Indah, bukan? Jika suatu ikatan dilandasi syari’at Islam yang begitu mulia.”
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika seorang pemain ketahuan melakukan diving dengan sengaja,
Wasit    : “Saudara, janganlah Anda berpura-pura terjatuh untuk mendapatkan keuntungan bagi tim Anda dan merugikan tim lawan. Hal itu tidak lain adalah dusta dan itu tercela. Bermainlah secara sportif, karena itu lebih dekat kepada takwa. Kejujuran adalah jalan menuju surga sedangkan dusta adalah jalan menuju neraka.”
Pemain : “Maafkan saya, sit. Saya berjanji tidak akan mengulanginya kembali.”
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika pertandingan telah usai,
Priiit, priiit, priiit
*Peluit tanda pertandingan telah berakhir terdengar
Wasit    : “Terima kasih kepada kedua tim yang telah menunjukkan performa terbaik sebagai seorang muslim dalam permainannya hari ini. Semoga dengan olahraga ini, fisik kita semua semakin bugar. Sehingga kita semakin kuat menjalankan perintah-perintah Allah. Kepada tim yang kalah, diharapkan pekan depan menyetor 5 buah hapalan hadis dari kitab Bulughul Maram karya Al-Hafizh Ibnu Hajar. Dan agar dosa dan kesalahan yang terjadi di dalam pertemuan kita kali ini dihapuskan oleh Allah, maka hendaknya kita membaca doa Kaffaratul Majlis: Subhaanakallaahumma Wabihamdika Asyhadu allaa Ilaaha illa Anta Astaghfiruka wa Atuubu Ilaika.”
28 Dzulhijjah 1432 H / 24 November 2011 M
Sebuah pagi menjelang bermain bola
Di penghujung akhir tahun hijriyah
Penulis : Roni Nuryusmansyah
Artikel   : kristalilmu.com

http://www.kristalilmu.com/jika-ustadz-jadi-wasit/